4.16.2009

Pertumbuhan Ekonomi Kalbar Cenderung Stagnan

PONTIANAK--Ekonom Universitas Tanjungpura H Evi Asmayadi, memprediksi pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Barat lima tahun kedepan cenderung stagnan. Pengaruh eksternal, seperti fluktuasi nilai tukar rupiah sedikit banyak berimbas pada pertumbuhan sektor riil. Jika tidak cepat dicarikan solusi, besar kemungkinan daya beli masyarakat akan menjadi turun. Keadaan ini jelas akan memperlesu aktivitas ekonomi di daerah.

Dalam kajiannya, Evi melihat ada beberapa permasalahan dan tantangan di dalam perekonomian Kalimantan Barat. Permasalahan dan tantangan itu meliputi masih rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi (di bawah rata-rata nasional), sehingga belum mampu menurunkan jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin secara signifikan.Kualitas sumber daya manusia masih rendah (62,76% penduduk usia kerja – 15 tahun ke atas – tamat/tidak tamat SD), yang diikuti oleh tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah. Kondisi infrastruktur dasar (jalan, listrik, dan air bersih) masih kurang memadai dan belum tersedia dengan baik.

Wilayah sangat luas dan tingkat kepadatan penduduk yang kurang proporsional. Belum adanya kepastian hukum dan usaha, di lain pihak penegakan hukum juga lemah: baik tindakan untuk memberantas Illegal Loging, Illegal Fishing, Illegal Mining, Illegal Trading, Human Trafficking maupun premanisme yang menyebabkan high cost economy. Belum optimalnya kualitas pelayanan birokrasi aparat pemerintah dalam menangani pengurusan investasi. “Jika ekonomi Kalbar ingin maju, maka para elit pimpinan perlu melakukan terobosan baru di bidang pembangunan ekonomi, khususnya di sektor riil,” katanya kepada Pontianak Post, Senin (6/4) kemarin.
Untuk bisa keluar lingkaran permasalahan ekonomi yang ada, dekan Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura ini menyarankan, untuk segera melakukan perbaikan iklim investasi sehingga menjadi lebih kondusif. Pemerintah harus konsisten menjamin adanya kepastian hukum (law enforcement), serta keamanan berusaha dalam berinvestasi. Guna lebih merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah, pemerintah daerah harus berani menciptakan aturan investasi yang transparan dan mendukung kebutuhan investasi melalui pelayanan satu atap. Peraturan-peraturan yang dibuat harus mampu memotong birokrasi yang berbelit-belit dan biaya-biaya tambahan (pungutan liar), yang membebani pelaku usaha. ”Pemerintah daerah sebaiknya bisa melakukan perbaikan infrastuktur jalan, listrik, dan air bersih. Selain itu pembangunan infrastruktur pelabuhan laut dan udara yang representatif juga perlu dilakukan,” sarannya.

Di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan, Evi menilai perlu dilakukan revitalisasi secara konsisten, terpadu, berkesinambungan, sinergis, serta komprehensif. Komitmen itu harus dijabarkan secara jelas dan tegas, misalnya di dalam membangun infrastruktur pertanian, seperti irigasi dan jalan untuk pertanian; subsidi sarana produksi pertanian antara lain pupuk, bibit, benih, pembasmi hama; bantuan di bidang informasi, produksi, pemasaran, dan teknologi, penyuluhan, serta memberikan kemudahan kredit baik dari perbankan maupun non perbankan bagi petani, nelayan, pengrajin, dan peternak.

Bagaimana dengan bidang ekonomi riil? Memperhatikan besarnya peranan dan kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia, serta penyerapan tenaga kerja, pemerintah daerah dituntut untuk lebih berkomitmen mendorong dan memfasilitasi pengembangan UMKM dengan memberikan berbagai macam kemudahan. Seperti mempermudah fasilitas permodalan, bantuan manajemen, bantuan pemasaran, bantuan teknologi produksi, serta mempermudah pelbagai proses perijinan. Mengingat lemahnya kemampuan usaha mikro (ekonomi rakyat), untuk memenuhi persyaratan bank teknis khususnya masalah collateral (jaminan), maka dalam pemberian kredit penilaian kelayakan usaha hendaknya lebih diutamakan daripada persyaratan jaminan assets.

Untuk bis amewujudkannya, Evi memandang perlu adanya desain kredit program dengan suku bunga lebih murah dan persyaratan pinjaman lunak bagi usaha ekonomi rakyat di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kerajinan, industri, kehutanan, pariwisata, jasa-jasa, serta usaha mikro dan kecil lainnya. Untuk bisa melakukannya, pemimpin daerah hendaknya kreatif dan inovatif dalam merancang kebijakan pembangunan daerah, yang ditunjang oleh aparat pemerintah yang mampu menjadi ujung tombak pelayan masyarakat, bekerja secara profesional dan transparan. “Birokrasi pemerintah dituntut mampu memberikan pelayanan terbaik kepada para investor. Dengan demikian para pengusaha (investor) akan tertarik untuk menanamkan modalnya di Kalbar,” terangnya.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah seperti saat ini, lanjut Evi, kehadiran aparat pemerintah yang berkualitas dan memiliki pendidikan dan pengetahuan yang memadai, serta bertanggungjawab memang sangat diperlukan. Melalui kehadiran aparatur pemerintahan yang demikian, di harapkan pelaksanaan pembangunan daerah akan selalu berorientasi pada kelestarian lingkungan.

Di samping dukungan dari dalam, pemerintah daerah juga memerlukan dukungan dari pemerintah pusat. Perhatian yang di harapkan adalah pelaksanaan percepatan pembangunan di daerah tertinggal, termasuk di kawasan perbatasan Kalbar dengan negara tetangga, Sarawak, Malaysia.Bangkit dan berkembangnya sektor riil akan mendorong pertumbuhan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, mengurangi pengangguran, peningkatan pendapatan, dan mengurangi angka kemiskinan. Strategisitas dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya dilakukan dengan perbaikan sistem pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal yang mampu menciptakan entrepreneur. “Karakter entreprenuership sangat dibutuhkan untuk membangkitkan bangsa ini dari keterlambatan atau keterpurukan,” pungkasnya.(go) PONTIANAK--Ekonom Universitas Tanjungpura H Evi Asmayadi, memprediksi pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Barat lima tahun kedepan cenderung stagnan. Pengaruh eksternal, seperti fluktuasi nilai tukar rupiah sedikit banyak berimbas pada pertumbuhan sektor riil. Jika tidak cepat dicarikan solusi, besar kemungkinan daya beli masyarakat akan menjadi turun. Keadaan ini jelas akan memperlesu aktivitas ekonomi di daerah.

Dalam kajiannya, Evi melihat ada beberapa permasalahan dan tantangan di dalam perekonomian Kalimantan Barat. Permasalahan dan tantangan itu meliputi masih rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi (di bawah rata-rata nasional), sehingga belum mampu menurunkan jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin secara signifikan.Kualitas sumber daya manusia masih rendah (62,76% penduduk usia kerja – 15 tahun ke atas – tamat/tidak tamat SD), yang diikuti oleh tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah. Kondisi infrastruktur dasar (jalan, listrik, dan air bersih) masih kurang memadai dan belum tersedia dengan baik.

Wilayah sangat luas dan tingkat kepadatan penduduk yang kurang proporsional. Belum adanya kepastian hukum dan usaha, di lain pihak penegakan hukum juga lemah: baik tindakan untuk memberantas Illegal Loging, Illegal Fishing, Illegal Mining, Illegal Trading, Human Trafficking maupun premanisme yang menyebabkan high cost economy. Belum optimalnya kualitas pelayanan birokrasi aparat pemerintah dalam menangani pengurusan investasi. “Jika ekonomi Kalbar ingin maju, maka para elit pimpinan perlu melakukan terobosan baru di bidang pembangunan ekonomi, khususnya di sektor riil,” katanya kepada Pontianak Post, Senin (6/4) kemarin.
Untuk bisa keluar lingkaran permasalahan ekonomi yang ada, dekan Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura ini menyarankan, untuk segera melakukan perbaikan iklim investasi sehingga menjadi lebih kondusif. Pemerintah harus konsisten menjamin adanya kepastian hukum (law enforcement), serta keamanan berusaha dalam berinvestasi. Guna lebih merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah, pemerintah daerah harus berani menciptakan aturan investasi yang transparan dan mendukung kebutuhan investasi melalui pelayanan satu atap. Peraturan-peraturan yang dibuat harus mampu memotong birokrasi yang berbelit-belit dan biaya-biaya tambahan (pungutan liar), yang membebani pelaku usaha. ”Pemerintah daerah sebaiknya bisa melakukan perbaikan infrastuktur jalan, listrik, dan air bersih. Selain itu pembangunan infrastruktur pelabuhan laut dan udara yang representatif juga perlu dilakukan,” sarannya.

Di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan, Evi menilai perlu dilakukan revitalisasi secara konsisten, terpadu, berkesinambungan, sinergis, serta komprehensif. Komitmen itu harus dijabarkan secara jelas dan tegas, misalnya di dalam membangun infrastruktur pertanian, seperti irigasi dan jalan untuk pertanian; subsidi sarana produksi pertanian antara lain pupuk, bibit, benih, pembasmi hama; bantuan di bidang informasi, produksi, pemasaran, dan teknologi, penyuluhan, serta memberikan kemudahan kredit baik dari perbankan maupun non perbankan bagi petani, nelayan, pengrajin, dan peternak.

Bagaimana dengan bidang ekonomi riil? Memperhatikan besarnya peranan dan kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia, serta penyerapan tenaga kerja, pemerintah daerah dituntut untuk lebih berkomitmen mendorong dan memfasilitasi pengembangan UMKM dengan memberikan berbagai macam kemudahan. Seperti mempermudah fasilitas permodalan, bantuan manajemen, bantuan pemasaran, bantuan teknologi produksi, serta mempermudah pelbagai proses perijinan. Mengingat lemahnya kemampuan usaha mikro (ekonomi rakyat), untuk memenuhi persyaratan bank teknis khususnya masalah collateral (jaminan), maka dalam pemberian kredit penilaian kelayakan usaha hendaknya lebih diutamakan daripada persyaratan jaminan assets.

Untuk bis amewujudkannya, Evi memandang perlu adanya desain kredit program dengan suku bunga lebih murah dan persyaratan pinjaman lunak bagi usaha ekonomi rakyat di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kerajinan, industri, kehutanan, pariwisata, jasa-jasa, serta usaha mikro dan kecil lainnya. Untuk bisa melakukannya, pemimpin daerah hendaknya kreatif dan inovatif dalam merancang kebijakan pembangunan daerah, yang ditunjang oleh aparat pemerintah yang mampu menjadi ujung tombak pelayan masyarakat, bekerja secara profesional dan transparan. “Birokrasi pemerintah dituntut mampu memberikan pelayanan terbaik kepada para investor. Dengan demikian para pengusaha (investor) akan tertarik untuk menanamkan modalnya di Kalbar,” terangnya.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah seperti saat ini, lanjut Evi, kehadiran aparat pemerintah yang berkualitas dan memiliki pendidikan dan pengetahuan yang memadai, serta bertanggungjawab memang sangat diperlukan. Melalui kehadiran aparatur pemerintahan yang demikian, di harapkan pelaksanaan pembangunan daerah akan selalu berorientasi pada kelestarian lingkungan.

Di samping dukungan dari dalam, pemerintah daerah juga memerlukan dukungan dari pemerintah pusat. Perhatian yang di harapkan adalah pelaksanaan percepatan pembangunan di daerah tertinggal, termasuk di kawasan perbatasan Kalbar dengan negara tetangga, Sarawak, Malaysia.Bangkit dan berkembangnya sektor riil akan mendorong pertumbuhan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, mengurangi pengangguran, peningkatan pendapatan, dan mengurangi angka kemiskinan. Strategisitas dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya dilakukan dengan perbaikan sistem pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal yang mampu menciptakan entrepreneur. “Karakter entreprenuership sangat dibutuhkan untuk membangkitkan bangsa ini dari keterlambatan atau keterpurukan,” pungkasnya.(go)



0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda